1.
Pengertian Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga
kemasyarakatan berasal dari istilah asing “social-institution” atau
pranata-sosial , yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada
aktivits-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam suatu masyarakat.
Oleh
karena itu, pengertian lembaga-kemasyarakatan Lebih menunjuk suatu bentuk dan
sekaligus juga mengandung pengertian yang abstrak perihal norma dan aturan yang
menjadi ciri daripada lembaga tersebut. Lembaga kemasyarakatan merupakan
himpunan dari norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu
kebutuhan pokok di kehidupan masyarakat.
2.
Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan
a)
Norma-norma
Masyarakat
Supaya
hubungan antarmanusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana
diharapkan, dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma tersebut
terbentuk secara tidak disengaja. Namun lama kelamaan norma-norma tersebut
dibuat secara sadar. Misalnya, dahulu didalam jual-beli, seorang perantara
tidak harus diberi bagian keuntungan. Akan tetapi, lama kelamaan terjadi
kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagiannya, di mana sekaligus
ditetapkan siapa yang menanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual. Norma-norma
yang ada didalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada
norma yang lemah, yang sedang sampai yang terkuat daya ikatnya.
Menurut
Maclver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh
masyarakat. Selanjutnya, dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak
semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja. Akan tetapi, bahkan diterima
sebagai norma-norma pengatur, maka kebiasaan tadi disebutkan sebagai mores atau tata kelakuan.
Tata
kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang
dilaksanakan sebagi alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh
masyarakat terhadap anggota-anggotnya. Tata kelakuan disuatu pihak memaksakan
suatu perbuatan dan di lain pihak melarangnya sehingga secara langsung
merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya
dengan tata kelakuan tersebut. Tata kelakuan sangat penting karena
alasan-alasan berikut.
a.
Tata kelakuan memberikan
batas-batas pada perilaku individu. Tata kelakuan juga merupakan alat yang
memerintahkan dan sekaligus melarang seorang anggota masyarakat melakukan suatu
perbuatan.
b.
Tata kelakuan mengidentifikasi individu
dengan kelompoknya. Di satu pihak tata kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan
tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan kemasyarakatan yang berlaku. Di lain
pihak mengusahakan agar masyarakat menerima seseorang karena kesanggupannya
untuk menyesuaikan diri.
c.
Tata kelakuan menjaga solidaritas
antaranggota masyarakat. Seperti telah diuraikan di atas, setiap masyarakat
mempunyai tata kelakuan, misalnya perihal hubungan antara pria dengan wanita,
yang berlaku bagi semua orang, dengan semua usia, untuk segala golongan
masyarakat, dan selanjutnya. Tata kelakuan menjaga keutuhan dan kerja sama
antara anggota-anggota masyarakat itu.
Tata
kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku
masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat
istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat, akan menderita
sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukan.
Norma-norma tersebut di atas, setelah mengalami suatu proses pada akhirnya akan
menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan
proses pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan
oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga
kemasyarakatan. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat dikenal,
diakui, dihargai, kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat
adanya proses termaksud di atas, dibedakan antara lembaga kemasyarakatn sebagai
peraturan (operative social institutions) dan yang sunguh-sungguh berlaku
(operative social institutions).
Lembaga
kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma-norma tersebut
membatasi serta mengatur perilaku orang-orang, misalnya lembaga perkawinan
mengatur hubungan antara wanita dengan pria.
Lembaga
kemasyarakatan dianggap sungguh-sungguh berlaku apabila norma-normanya
sepenuhnya membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Perilaku perseorangan
yang dianggap sebagai peraturan merupakan hal sekunder bagi lembaga
kemasyarakatan.
Norma-norma
tertentu sudah mulai melembaga apabila diketahui, namun taraf pelembagaan
rendah. Misalnya, apabila seorang pasien sudah mengetahui mengenai norma-norma
yang merupakan patokan perilaku di dalam hubungannya dengan seorang dokter,
norma tersebut sudah mulai melembaga pada taraf terendah. Taraf pelembagaan
akan meningkat apabila suatu norma dimengerti oleh manusia yang perilakunya
diatur oleh norma tersebut. Dengan sendirinya di samping mengetahui, maka
seharusnya manusia juga memahami mengapa ada norma-norma tertentu yang mengatur
kehidupan bersamanya dengan orang lain.
Apabila
manusia memahami norma-norma yang mengatur kehidupan bersamanya, maka akan
timbul kecenderungan untuk menaati norma-norma tersebut. pentataan tersebut
merupakan perkembangan selanjutnya dari proses pelembagaan norma-norma yang
bersangkutan. Apabila norma tersebut diketahui, dimengerti, dan ditaati, maka tidak
mustahil bahwa norma tersebut kemudian dihargai. Penghargaan tersebut merupakan
kelanjutan proses pelembagaan pada taraf yang lebih tinggi lagi.
Proses
pelembagaan sebenarnya tidak berhenti demikian saja, tetapi dapat berlangsung
lebih jauh lagi hingga suatu norma kemasyarakatan tidak hanya menjadi institutionalized
dalam masyarakat, tetapi menjadi internalized. Maksudnya adalah suatu taraf
perkembangan di mana para anggota masyarakat dengan sendirinya ingin
berperilaku sejalan dengan perilaku yang memang sebenarnya mematuhi kebutuhan
masyarakat. Dengan kata lain, norma-norma tadi telah mendarah daging
(internalized). Kadang-kadang dibedakan antara norma atau kaidah-kaidah yang
mengatur pribadi manusia dan hubungan antar pribadi. Kaidah-kaidah pribadi mencakup
norma kepercayaan yang bertujuan agar manusia beriman, dan norma kesusilaan
bertujuan agar manusia mempunyai hati nurani yang bersih. Kaidah antar pribadi
mencakup kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Kaidah kesopanan bertujuan agar
manusia bertingkah laku dengan baik di dalam pergaulan hidup. Norma hukum pada
dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan
keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.
b)
Sistem
Penengendalian Sosial (Sosial Control)
Pengendalian
sosial dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya (misalnya
seorang ibu medidik anak-anaknya untuk menyesuaikan diri pada kaidah-kaidah dan
nilai-nilai yang berlaku) atau mungkin dilakukan oleh individu terhadap suatu
kelompok sosial (umpamanya, seorang dosen pada perguruan tinggi memimpin
beberapa orang mahasiswa di dalam kuliah-kuliah kerja). Seterusnya pengendalian
sosial dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompoklainnya, atau oleh
suatu kelompok terhadap individu. Itu semuanya merupakan proses pengendalian
sosial yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari, walau sering kali
manusia tidak menyadari.
Dengan
demikian, pengendalian sosial terutama bertujuan untuk mencapai keserasian
antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Atau, suatu
sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui
keserasian antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan.
Dari
sudut sifatnya dapatlah dikatakan bahwa pengendalian sosial dapat bersifat
preventif atau represif, atau bahkan kedua-duanya. Prevensi merupakan suatu
usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara
kepastian dengan keadilan. Sementara itu, usaha-usaha yang represif bertujuan
untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha
preventif, misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal,
dan informal. Sementara itu, represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap para
warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.
Cara
yang sebaiknya diterapkan di dalam suatu masyarakat yang secara relatif berbeda
dalam keadaan tentram, cara-cara persuasive
mungkin akan lebih efektif daripada penggunaan paksaan karena di dalam
masyarakat yang tentram, sebagian kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga
atau bahkan mendarah daging di dalam diri para warga masyarakat. Keadaan
demikian bukanlah dengan sendirinya berarti bahwa paksaan sama sekali tidak
diperlukan.
Paksaan
lebih sering diperlukan di dalam masyarakat yang berubah karena di dalam
keadaan seperti itu pengendalian sosial juga berfungsi untuk membentuk
kaidah-kaidah baru yang menggantikan kaidah-kaidah lama yang telah goyah. Namun
demikian, cara-cara kekerasan ada pula batas-batasnya dan tidak selalu dapat
diterapkan karena biasanya kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi
negatif, setidak-tidaknya secara potensial. Reaksi yang negatif selalu akan
mencari kesempatan dan menunggu saat di mana agent of social control berada di dalam keadaan lengah. Bila setiap
kali paksaan diterapkan, hasilnya bukan pengendalian sosial yang akan
melembaga, tetapi cara paksaanlah yang akan mendarah daging serta berakar kuat.
Di
samping cara-cara tersebut di atas, dikenal pula teknik-teknik seperti complution dan pervation. Di dalam compultion,
diciptakan situasi sedemikian rupa sehingga seseorang terpaksa taat atau
mengubah sikapnya, yang menghasilkan kepatuhan secara tidak langsung. Pada pervasion, penyampaian norma atau nilai
yang ada diulang-ulang sedemikian rupa dengan harapan hal tersebut masuk dalam
aspek bawah sadar seseorang. Dengan demikian, orang tadi akan mengubah sikapnya
sehingga serasi dengan hal-hal yang diulang-ulang penyampaiannya itu.
Pendidikan,
baik di sekolah maupun di luar sekolah, merupakan salah satu alat pengendalian
sosial yang telah melembaga baik pada masyarakat bersahaja maupun yang sudah
kompleks. Hukum di dalam arti luas juga merupakan pengendalian sosial yang
biasanya dianggap paling ampuh karena lazimnya disertai dengan sanksi tegas
yang berwujud penderitaan dan dianggap sebagai sarana formal.
Perwujudan
pengendalian sosial mungkin adalah pemidanaan,
kompensasi, terapi ataupun konsiliasi. Standar atau patokan
pemidanaan adalah suatu larangan yang apabila dilanggar akan mengakibatkan
penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya. Dalam hal ini
kepentingan-kepentingan seluruh kelompok masyarakat dilanggar sehingga
inisiatif datang dari seluruh warga kelompok (yang mungkin dikuasakan kepada
pihak-pihak tertentu).
Pada
kompensasi, standar atau patokannya adalah kewajiban, di mana inisiatif untuk
memprosesnya ada pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan akan meminta
ganti rugi karena pihak lawan melakukan cedera janji. Di sini ada pihak yang
kalah dan ada pihak yang menang sehingga halnya dengan pemidanaan, sifatnya
adalah akusator.
Berbeda
dengan kedua hal tersebut di atas, terapi maupun konsiliasi sifatnya remedial, artinya bertujuan mengembalikan
situasi pada keadaan semula (yakni sebelum terjadinya perkara atau sengketa).
Hal yang pokok bukanlah siapa yang menang atau siapa yang kalah, tetapi yang
penting adalah menghilangkan keadaan yang tidak menyenangkan bagi para pihak
(yang berarti adanya gangguan). Dengan demikian, pada terapi dan konsiliasi,
standarnya adalah normalitas dan keserasian atau harmoni. Pada terapi, korban
mengambil inisiatif sendiri untuk memperbaiki dirinya dengan bantuan
pihak-pihak tertentu, misalnya, pada kasus penyalahgunaan obat bius, di mana
korban kemudian sadar dengan sendirinya. Pada konsiliasi, masing-masing pihak
yang bersengketa mencari upaya untuk menyelesaikannya, baik secara kompromistis
ataupun dengan mengundang pihak ketiga.
Dengan
adanya norma-norma tersebut, di dalam setiap masyarakat diselenggarakan
pengendalian sosial atau social control.
Lazimnya yang diterapkan terlebih dahulu adalah pengendalian sosial yang
dianggap paling lunak, misalnya, nasihat-nasihat yang tidak mengikat. Taraf
selanjutnya adalah menerapkan pengendalian sosial yang keras. Di dalam proses
tersebut, norma hukum sebaiknya diterapkan pada tahap terakhir apabila
sarana-sarana lain tidak menghasilkan tujuan yang ingin dicapai. Sudah tentu
bahwa di dalam penerapannya senantiasa harus diadakan telaah terhadap
masyarakat atau bagian masyarakat yang dihadapi.
3.
Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan
Gillin
di dalam karyanya yang berhudul General
Features of Social Institution, telah menguraikan beberapa ciri umum
lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut :
1.
Suatu lembaga kemasyarakatan adalah
organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui
aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan
terdiri dari adat istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan, serta unsur-unsur
kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam
satu unit yang fungsional.
2.
Suatu tingkat kekekalan tertentu
merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan
aneka macam tindakan baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah
melewati waktu relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru
akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan.
Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama karena pada umumnya
orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan
pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara.
3.
Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu
atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau
sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan apabila dipandang dari sudut
kebudayaan secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat
penting karena tujuan suatu lembaga merupakan tujuan pula bagi golongan
masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang
teguh padanya. Sebaliknya, fungsi solsial lembaga tersebut, yaitu peranan
lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat mungkin tak
diketahui atau disadari setelah diwujudkan, yang kemudian ternyata berbeda
dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan, yang bertujuan untuk
mendapatkan tenaga buruh yang semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan
ternyata sangat mahal.
4.
Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat
perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan,
seperti bangunan, peralatan, mesin, dan lain sebagainya. Bentuk serta
penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan
masyarakat lain. Misalnya, gergaji jepang dibuat sedemikian rupa sehingga alat
tersebut akan memotong apabila ditarik. Sebaliknya gerjagi Indonesia baru
memotong apabila didorong.
5.
Lambang-lambang biasanya juga merupakan
ciri khas lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simbolis
menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh,
masing-masing kesatuan-kesatuan angkatan bersenjata, mempunyai panji-panji;
perguruan-perguruan tinggi seperti universitas, institut, dan lain-lainnya
mempunyai lambang-lambangnya dan lain-lain lagi. Kadang-kadang lambang tersebut
berwujud tulisan-tulisan atau slogan-slogan.
6.
Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai
tradisi tertulis ataupun yang tak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata
tertib yang berlaku, dan lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi
lembaga itu di dalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok
masyarakat, di mana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya.
Secara
menyeluruh ciri-ciri tersebut dapat diterapkan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan
tertentu, seperti perkawinan. Sebagai suatu lembaga kemasyarakatan, perkawinan
mungkin mempunyai fungsi-fungsi di antaranya :
a. Sebagai
pengatur perilaku seksual manusia dalam pergaulan hidupnya.
b. Sebagai
pengatur pemberian hak dan kewajiban bagi suami, istri, dan juga anak-anaknya
c. Untuk
memenuhi kebutuhan manusia akan kawan hidup karena secara naluriah manusia
senantiasa berhasrat untuk hidup berkawan.
d. Untuk
memenuhi kebutuhan manusia akan bermateriil
e. Untuk
memenuhi kebutuhan manusia akan prestise
f. Di
dalam hal-hal tertentu, untuk memelihara interaksi antarkelompok sosial.
4.
Tipe-tipe
Lembaga Kemasyarakatan
Menurut
Gillin, lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi dapat di klasifikasi sebagai
berikut.
1. Crescive institutions
dan enacted institutions merupakan
klasifikasi dari sudut perkembangannya. Crescive
institutions yang juga disebut lembaga-lembaga paling primer merupakan
lembaga-lembaga yang secara tak disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat.
Contohnya adalah hak milik, perkawinan, agama, dan seterusnya.
2. Dari
sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas basic institutions dan subsidiary institutions. Basic institutions dianggap sebagai
lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk mmeelihara dan mempertahankan
tata tertib dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia, misalnya keluarga,
sekolah-sekolah, negara, dan lainnya dianggap sebagai basic institutions yang pokok. Sebaliknya adalah subsidiary institution yang dianggap
kurang penting seperti misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
3. Dari
sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan approved
atau social sanctioned institutions
dengan unsanctioned institutions. Approved atau social sanctioned institution merupakan lembaga-lembaga yang
diterima masyarakat seperti misalnya sekolah, perusahaan dagang, dan lain-lain.
Sebaliknya adalah unsanctioned
institution yang ditolak oleh masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang
tidak berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras, pencoleng,
dan sebagainya.
4. Pembedaan
antara general institution dengan restricted institution timbul apabila
klasifikasi tersebut didasarkan pada faktor penyebarannya. Misalnya agama
merupakan suatu general institution,
karena dikenal oleh hampir semua masyarakat dunia. Sementara itu, agama Islam,
Protestan, Katolik, Budha, dan lain-lainnya merupakan restricted institution karena dianut oleh masyarakat-masyarakat
tertentu di dunia ini.
5. Berdasarkan
fungsinya, terdapat pembedaan antara operative
institutiondan regulative institution.
Operative institution berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola
atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan,
seperti misalnya lembaga industrialisasi. Regulative
institution, bertujuan untuk mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan
yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Suatu contoh adalah
lembaga-lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan, dan sebagainya.
Klasifikasi
tipe-tipe lembaga kemasyarakatan tersebut menunjukan bahwa di dalam setiap masyarakat
akan dijumpai bermacam-macam lembaga kemasyarakatan.
5.
Cara-cara
Mempelajari Lembaga Kemasyarakatan
1. Analis
secara historis
Analis
secara historis bertujuan meneliti sejarah timbul dan perkembangan suatu
lembaga kemasyarakatan tertentu. Misalnya diselidiki asal mula serta
perkembangan lembaga demokrasi, perkawinan yang monogami, keluarga batih, dan
lain sebagainya.
2. Analis
komparatif
Analis
komparatif bertujuan menelaah suatu lembaga kemasyarakatan tertentu dalam
berbagai masyarakat berlainan ataupun berbagai lapisan sosial masyarakat
tersebut. Bentuk-bentuk milik, praktik-praktik pendidikan kanak-kanak dan
lainnya. banyak ditelaah secara komparatif. Cara analisis ini banyak sekali
digunakan oleh para ahli antropologi seperti Ruth Benedict, Margaret Mead, dan
lain-lain.
3. Analis
fungsional
Lembaga-lembaga
kemasyarakatan dapat pula diselidiki dengan jalan menganalisis hubungan antara
lembaga-lembaga tersebut di dalam suatu masyarakat tertentu. Pendekatan ini,
yang lebih menekankan hubungan fungsionalnya, sering kali mempergunakan
analisis-analisis historis dan komparatif. Sesungguhnya suatu lembaga
kemasyarakatan tidak mungkin hidup sendiri terlepas dari lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya. Misalnya penelitian tentang lembaga perkawinan mau tak
mau akan menyangkut pula penelitian terhadap lembaga pergaulan muda-mudi,
lembaga keluarga, lembaga harta perkawinan, lembaga kewarisan, dan lain
sebagainya.
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga pendekatan tersebut bersifat
saling melengkapi. Artinya, di dalam meneliti lembaga-lembaga kemasyarakatan,
salah satu pendekatan akan dipakai sebagai alat pokok, sedangkan yang lain
bersifat sebagai tambahan untuk melengkapi kesempurnaan cara-cara penelitian.
terimakasih atas makalahnya. sangat bermanfaat ^_*
BalasHapusSumber donk
BalasHapussumbernya mbk
BalasHapusSumbernya mbk apa?
BalasHapusSumbernya mbk apa?
BalasHapus